Jumat, 20 November 2009

tugas kepala negara dan kepala pemerintahan II

kepala negara (presiden) juga adalah kepala pemerintahan yang memimpin kabinet.

Berikut ciri-ciri sistem parlementer :
- Terdapat pemisahan antara kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun tak ada pemisahan antara kekusaan eksekutif dan legislatif.
- Baik eksekutif maupun legislatif berada di parlemen. Jajaran eksekutif adalah anggota parlemen. Karenanya sistem ini disebut parlementer.
- Kepala pemerintahan adalah pimpinan kekuatan mayoritas di parlemen. Kepala negara hanya memiliki kekuasaan simbolik di luar eksekutif dan legislatif.
- Sebutan kepala pemerintahan: perdana menteri atau prime minister. Sebutan kepala negara: presiden, raja, ratu, gubernur jenderal, dll.


dimana presiden dan anggota parlemen dipilih secara terpisah (jadi menerapkan mekanisme presidensiil). Namun presiden hanya menduduki jabatan kepala negara. Dia lah yang kemudian akan mengangkat perdana menteri selaku kepala pemerintahan, serta mengangkat para menteri anggota kabinet. Parlemen tidak bisa memberhentikan presiden, namun bisa membubarkan kabinet dan memberhentikan perdana menteri. Sementara itu presiden bisa membubarkan dewan perwakilan rakyat


Indonesia pernah menerapkan sistem gabungan dimana presiden dipilih oleh MPR, namun kabinet diangkat dan bertanggung-jawab kepada presiden. Sejak tahun 2004, Indonesia telah mencoba untuk menerapkan sistem presidensiil secara murni, dimana kekuasaan eksekutif dan legislatif memiliki mandat terpisah sebab masing-masing dipilih secara langsung. Dalam sistem presidensiil murni ini, yang berjalan seharusnya adalah mekanisme checks-and-balances dan bukannya mekanisme pemerintah-oposisi.
Kabinet Indonesia sama-sekali tak bertanggung jawab kepada parlemen. Demikian pula, dalam parlemen Indonesia tak dikenal adanya kelompok partai berkuasa dan kelompok partai oposisi. Kendati SBY menjadi presiden dengan tiket dari Partai Demokrat, dan JK dengan tiket Partai Golkar, keduanya direkrut dalam pola yang sama sekali ekstra-parlementer sehingga Partai Demokrat dan Partai Golkar di DPR tak bisa disebut sebagai partai penguasa. Dengan cara berpikir yang sama pula, PDI-P yang calonnya (Megawati) kalah dalam Pilpres 2004, sama sekali tak perlu (dan tak dimungkinkan) menjadi kekuatan oposisi di parlemen.
Karena berada dalam sebuah sistem presidensiil, pemerintahan Indonesia tak memerlukan suatu kabinet bayangan di parlemen. Kabinet yang menjalankan pemerintahan sepenuhnya bertanggung-jawab kepada presiden, dan tak perlu dipangaruhi oleh konstelasi politik di DPR. Sekali lagi, mereka yang duduk di parlemen memiliki mandat kekuasaan yang terpisah dari mereka yang berada di kursi kepresidenan. Dengan ini menjadi sangat jelaslah bahwa terminologi ‘kabinet bayangan’ di dalam DPR sebagaimana dicetuskan beberapa ‘politisi muda’ itu sangat melenceng.
Tentu saja adalah hak sesiapapun (termasuk anggota DPR RI) untuk mengekspresikan gagasan. Namun penting diingat, para politisi partai ini juga mengemban tugas pendidikan politik pada masyarakat. Tugas pendidikan politik ini menuntut kehati-hatian yang sangat tinggi dalam menggunakan istilah-istilah politik.


Presiden Republik Indonesia dalam menjalankan tugas sebagai Kepala Negara dibantu oleh satu orang Wakil Presiden / Wapres dan dibantu oleh Menteri-Mentri yang masing-masing Menteri mengepalai bidang-bidang tertentu. Presiden memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk melakukan hal-hal tersebut di bawah ini, yaitu :
1. Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim konstintusi.
2. Mangangkat duta dan konsul untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
3. Menerima duta dari negara lain dengan pertimbangan DPR.
4. Memberikan Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA / Mahkamah Agung.
5. Memberikan Amnesti dan Abolisi Rehabilitasi dengan pertimbangan dari DPR.
6. Memegang kekuasaan tertinggi atas AU / Angkatan Udara, AD / Angkatan Darat dan AL / Angkatan Laut.
7. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang-Undang.
8. Menyatakan perang dengan negara lain, damai dengan negara lain dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
9. Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempengaruhi beban keuangan negara dan atau mengharuskan adanya perubahan / pembentukan Undang-Undang harus dengan persetujuan DPR.
10. Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan dan sebagainya yang diatur oleh UU.
11. Menetapkan calon Hakim Agung yang diusulkan oleh KY / Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
12. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih DPR atas dasar pertimbangan DPD.
13. Membentuk dewan pertimbangan yang memiliki tugas memberi nasehat dan pertimbangan untuk Presiden yang diatur oleh UU.
14. Membahas rancangan Undang-Undang untuk mendapatkan persetujuan dari DPR.
15. Mengesahkan RUU / Rancangan Undang-Undang yang disetujuai bersama-sama DPR agar dapat menjadi Undang-Undang secara penuh.
16. Mengajukan Rangcangan UU / Undang-Undang APBN untuk dibahas bersama DPR agar bisa menjadi Undang-Undang.
17. Menetapkan Peraturan Pemerintah Sebagai Pengganti Undang-Undang / Perpu dalam keadaan yang genting dan memaksa.
18. Mengangkat dan memberhentikan anggota KY / Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar